Senin, 03 September 2012

Mengasah Motivasi Belajar Pada Anak

http://health.dir.groups.yahoo.com/group/anakku/message/12103
Oleh Sarah Handayani/dsw

Anak dengan tingkat kecerdasan tinggi belum tentu memiliki prestasi belajar yang baik. Namun, bila anak memiliki motivasi yang tinggi, maka prestasi belajarnya biasanya baik. Pada dasarnya setiap anak suka belajar. Mereka mau melakukan yang terbaik dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri dan pembentukan konsep diri yang positif.

Masih ingatkah Anda pada balita Anda yang suka sekali bertanya 'Kenapa?' 'Ini apa?' ' Untuk apa?' ' Punya siapa?'. Pertanyaan itu seringkali meluncur tak berhenti dari mulut kecilnya. Mereka juga menyukai guru, teman, orangtua, dan anggota keluarga yang bangga terhadap diri mereka.

Namun, kadang masalah muncul saat anak sudah memasuki jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD). Mulai dari masalah sulit diajak belajar, enggan atau seperti terpaksa dalam mengerjakan tugas sekolah sampai mogok masuk sekolah. Kondisi ini tentu saja membuat catatan prestasi belajar anak buruk atau kurang baik. Mengapa beberapa anak kehilangan motivasi belajar saat menempuh jenjang pendidikan formal? Apa yang harus dilakukan orangtua?

Mengoptimalkan kecerdasan Motivasi belajar adalah faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak dan membawanya meraih prestasi. Anak dengan motivasi belajar tinggi, umumnya akan memiliki prestasi belajar yang baik. Sebaliknya, rendahnya motivasi akan membuat prestasi anak menurun. Sebab, motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi akan mendorong anak berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan belajar. Ia juga akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa.

Sri Rahmawati, Psi, Konsultan Pendidikan SDIT Nurul Fikri, mengatakan, di usia SD, persepsi anak tentang motivasi belajar biasanya belum utuh. Mereka belum terlalu mengerti mengapa harus sekolah, mengapa harus berprestasi? Kemampuan anak untuk memiliki persepsi yang utuh tentang motivasi belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya; sikap dan cara mengajar guru, pola didik orangtua dan sikap teman-temannya. Diakui, peran orangtua cukup besar dalam menanamkan motivasi belajar pada anak. Semakin sering orangtua memberikan semangat dan dorongan untuk cinta belajar, memberikan teladan dalam keseharian, maka motivasi belajar anak akan semakin besar.

Menurut Sri, penanaman motivasi belajar pada anak harus dilakukan sejak dini agar lebih ajeg dan menetap dalam diri anak. Namun, katanya, hendaknya orangtua tak hanya menekankan motivasi belajar untuk meraih prestasi dalam bidang akademik semata. "Jangan melihat kecerdasan anak dari ranking saja. Tapi, lihatlah bagaimana ia bersosialisasi, bagaimana kreativitasnya, gerak tubuhnya, dan lain-lain," tutur psikolog lulusan Fakultas Psikologi UI ini menjelaskan.

Apa yang disampaikan Sri sejalan dengan hakikat belajar yang pada dasarnya bertujuan untuk mengasah perubahan perilaku anak secara menyeluruh (komprehensif), baik yang bersifat intelektual, emosional, sosial, spiritual dsbnya. Seorang psikolog pendidikan asal Amerika Serikat bernama Howard Gardner pernah melontarkan pertanyaan yang unik: "Pernahkah terpikir oleh Anda, jika seorang jenius musik seperti Mozart di tes IQ, berapa hasilnya? Sebaliknya, bisakah seorang Einstein menciptakan lagu seperti Mozart atau melukis seperti Leonardo Da Vinci? Pertanyaan ini kemudian mendorong Gardner untuk berteori bahwa kecerdasan pada hakikatnya tidak hanya satu macam, melainkan sedikitnya ada 8 macam. (Yaitu) kecerdasan bahasa, kecerdasan ilmu pasti, kecerdasan ilmu alam, kecerdasan gerak seperti pada penari dan olahragawan, kecerdasan musik, kecerdasan untuk menganalisis diri sendiri, kecerdasan antar pribadi sehingga membuat anak mudah bergaul dan kecerdasan ruang, misalnya pelukis, disainer, arsitek. Teori Gardner ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, khususnya tentang metode pengukuran dari masing-masing jenis kecerdasan itu (yang dalam bidang IQ sudah sangat canggih) dan apakah jenis-jenis kecerdasan itu berhenti pada 8 atau 11 jenis saja, atau masih bisa bertambah lagi? Dengan ragam kecerdasan di atas, tentu saja tidak adil jika orangtua hanya mengasah motivasi belajar anak atau memberi penghargaan dengan ukuran nilai akademis.

Dalam beberapa kasus, anak yang prestasi akademiknya kurang, saat di lapangan olahraga, misalnya, ia menjadi juara dan mendapat penghargaan yang sepatutnya dari guru atau orangtua, motivasi belajarnya di kelas bertambah dan prestasinya pun perlahan membaik. Jadi, adanya penghargaan dari lingkungan terhadap hal-hal positif lain (bukan cuma ranking di kelas) yang dilakukan anak dapat memacu tumbuhnya motivasi belajar di kelas. Beberapa faktor penting Menurut Sri, banyak faktor yang berhubungan dengan motivasi belajar anak. Bisa berasal dari anak, guru, orangtua, sekolah, atau teman-temannya.

Bila anak mengalami penurunan prestasi belajar akibat menurunnya motivasi, maka orangtua perlu segera memperhatikan beberapa hal berikut ini. 

 - Apakah anak mengalami masalah dengan penglihatannya? Masalah pada penglihatan akan mengganggu kemampuan belajar anak. Bila terjadi gangguan pada mata dan penglihatannya, maka anak pun akan kesulitan membaca tulisan di papan tulis atau di buku. Tentu saja hal itu juga akan berdampak pada aktivitas olahraganya. Apakah Anda sudah memeriksakan penglihatannya pada dokter mata pada saat usianya mencapai enam tahun?

- Pastikan apakah anak Anda mendapatkan makanan yang cukup dan bugar berolahraga? Makanan yang cukup dan badan yang bugar karena berolahraga membuat keadaan fisik anak dalam keadaan baik.

- Pastikan agar anak cukup beristirahat di malam hari. Istirahat yang cukup membuat anak belajar dalam kondisi yang prima. Sebaliknya, bila istirahatnya tidak cukup, maka ia akan mengantuk saat belajar.

- Pastikan apakah ia memiliki waktu belajar yang teratur. Latihlah agar anak memiliki keteraturan dalam menjalankan rutinitasnya, termasuk soal belajar. Sepakatilah waktu belajarnya setiap hari, jam lima sore, sesudah maghrib, atau waktu lain sesuai dengan kesepakatan Anda dan anak. Dengan memiliki keteraturan waktu belajar sejak kecil, maka belajar akan menjadi kebiasaan yang menetap.

- Pastikan, apakah ia sudah memiliki tempat belajar yang nyaman. Tempat belajar yang menyenangkan akan meningkatkan semangat belajar anak. Sebaliknya, tempat belajar yang tidak menyenangkan anak membuat semangat belajarnya menurun.

- Pastikan, apakah Anda sudah memberikan semangat belajar padanya dan memberikan penghargaan terhadap usaha belajarnya. Jangan memaksakan kehendak Anda pada anak. Tapi, berikanlah penghargaan atas usaha yang telah dilakukannya.

- Apakah Anda sudah meluangkan waktu untuk berdiskusi secara teratur dengan guru kelasnya? Temukan masalah apa yang dihadapi oleh anak? Pelajaran apa yang perlu mendapat perhatian tambahan di rumah dan seterusnya. Ketahuilah, guru kelas akan sangat senang bila orangtua secara proaktif berdiskusi dan menanyakan perkembangan anaknya di dalam kelas. Karena, bila dengan begitu, akar dari masalah menurunnya motivasi belajar anak akan segera diketahui. Sebaliknya, tanpa peran aktif dari orangtua, masalah ini akan berlarut-larut.

- Pastikan, apakah orangtua tidak memberikan kontribusi masalah pada diri anak? Misalnya, konflik yang terjadi pada diri orangtua seringkali membuat anak menjadi tak nyaman. Bila anak tak memiliki kenyamanan hati, tak heran bila ia akan kehilangan motivasi untuk berprestasi.

- Apakah hubungannya dengan teman, guru dan orang-orang di lingkungan sekolahnya dalam keadaan baik? Bila anak memiliki gangguan dengan orang-orang yang berada dalam lingkungan sekolah, ada kemungkinan dapat menurunkan motivasi belajarnya.

 Menjaga agar anak tetap memiliki motivasi belajar adalah hal yang mendasar. Sebab motivasi adalah bahan bakar bagi prestasi belajar anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar