Jumat, 07 Oktober 2011

Benarkah Kita Mencintai Rasulullah?

Oleh : Siti Hafidah Ayub Asnawi, Lc

sumber: http://fokma.org

"Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta'atinya.Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta'at setia."

Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW berkulit hitam namun berhati putih mempunyai banyak kenangan tersendiri pada lelaki mulia yang menjadi Nabinya. Kenangan itu berkerak dan melekat dalam diri Bilal ra. sampai jauh setelah Rasulullah SAW wafat. Agar tak terkoyak moyak hatinya, Bilal ra. memutuskan untuk tak lagi adzan sepeninggal Rasulullah SAW. Sampai suatu ketika, rindu Bilal ra. tak tertahankan. Ia pun mengumandangkan adzan.
Kisah itu diawali dengan cerita Bilal ra. tentang mimpinya semalam. Lelaki asal Ethiopia itu, suatu malam bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW. “Bilal, betapa rindu aku padamu,” kata Rasulullah SAW dalam mimpi Bilal.
Satu orang mendengar cerita Bilal ra. Tak berapa lama, orang pertama menceritakan mimpi Bilal ra. pada orang kedua. Orang keduapun bercerita pada orang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Menjelang sore, nyaris seluruh penduduk kota Madinah, kota yang sudah lama ditinggalkannya, tahu tentang mimpinya itu. Maka bersepakat penduduk Madinah, meminta Bilal ra. untuk adzan di masjid Rasulullah saat waktu shalat maghrib tiba.
Tak kuasa Bilal menolak keinginan sahabat-sahabatnya. Senja merah, angin sepoi dan langit bersih dari mega. Bilal mengumandangkan adzan. Penduduk Madinah tercekam kerinduan. Rasa dalam dada membuncah, detik-detik bersama Rasulullah, manusia tercinta terbayang kembali di pelupuk mata. Akhirnya, penduduk Madinah pun menitikkan air mata rindunya, dan Bilal ra, tentu saja ia diharu biru rindu pada kekasihnya, Nabi akhir zaman itu.

Datangnya bulan Rabiul Awal mengingatkan kita pada kelahiran teragung sepanjang sejarah umat manusia. Dia adalah kelahiran Rasulullah SAW, utusan Allah SWT yang termulia dan penutup risalah langit. Berbagai simbol kecintaan pun digiatkan oleh sebagian besar kaum muslimin, digelarlah berbagai lomba yang katanya "islami", dirayakan peringatan Maulid Nabi di berbagai sekolah, masjid dan instansi, bahkan sampai menjadi hari libur nasional di negeri ini. Dengan begitu giat dan "ikhlas" mereka melakukan itu semua. Tenaga, waktu dan harta mereka korbankan demi menyukseskannya, dengan sebuah alasan bahwa itu adalah bentuk cinta kepada Rasul-Nya .

Seseorang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari jalan bagaimana caranya agar yang anda cintai itu membalas cinta anda. Anda pasti akan berusaha apa yang disukai oleh yang anda cintai. Setelah anda tahu tentu saja anda akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya sampai yang anda cintai itu membalas cinta anda. Bukan itu saja, anda juga akan selalu berusaha agar cinta yang telah anda peroleh dengan susah payah itu tetap langgeng dan terus meningkat. Jika anda cinta betul kepada seseorang, saya yakin anda selalu berusaha mementingkan seseorang itu tanpa memperhatikan kepentingan diri anda. Bukankah demikian?

Begitu pula jika kita ingin mencintai dan dicintai oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. Salah satu bukti bahwa persaksian kita yang telah kita canangkan melalui dua kalimat syahadat adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kita kepada yang lain. Artinya, cinta yang kita berikan kepada yang selain Allah dan rasul-Nya harus didasarkan kepada cinta kita kepada Allah dan rasul-Nya. Kita akan mengabaikan cinta kita kepada yang lain ketika Allah dan Rasul-Nya tidak membenarkannya. Contoh, kita cinta kepada anak kita bukan? Nah, ketika anak kita memintai sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kita tidak memenuhinya. Bahkan mungkin kita akan memberikan beberapa nasehat kepada anak kita bahwa hal itu dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Allah SWT berfirman :"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Ali Imran: 31) Rasulullah SAW bersabda : "Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari) Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Menta'ati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia.

Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau. Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah SAW melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain, hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah SAW dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah SAW, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya. Kecintaan kepada Rasulullah SAW adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya. Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini. "Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta'atinya.Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta'at setia."Mencintai Rasulullah, bagaimana bentuknya? Sekedar memujinya dalam berabagai kesempatan, seperti setiap hari kelahirannya? Sekedar membacakan salawat kepadanya? Setiap insan tentu merindukan kebahagaiaan. Segala usaha yang diperjuangkan, dalam segala levelnya adalah upaya untuk mencapai kebahagiaan yang dirindukan. Tanpa kebahagiaan manusia akan tetap sengsara, tertatih-tatih dalam kegelapan. Rasulullah datang membawa kunci kebahagiaan yang dirindukan itu. Maka tentu sangat wajar jika setiap muslim wajib mencintainya. Perintah mentaati Allah dalam Al-Qur'an, selalu digandeng dengan perintah mentaati Rasulullah, perhatikan firman Allah dalam surat at-Taghabun ayat 12 : “Dan taatlah kamu kepada Allah serta taatlah kepada Rasulullah; maka kalau kamu berpaling (enggan taat, kamulah yang akan menderita balasannya yang buruk), kerana sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (perintah-perintah) dengan jelas nyata.” Dalam ayat di atas menunjukkan bahwa mentaati Rasulullah SAW adalah berarti mentaati Allah SWT. Dan mengingkarinya berarti juga mengingkari Allah SAW. Demikian juga persaksian dua kalimat syahadat menegaskan bahwa seseorang tidak bisa masuk Islam jika hanya mengaku beriman kepada Allah tanpa mengakui kerasulan Muhammad SAW.

Dari sini bisa dilihat bahwa mencintai Rasulullah adalah juga mencintai Allah. Artinya bila seorang harus mencintai Allah di atas segala-galanya termasuk dirinya, maka dalam mencitai Rasulullah juga harus demikian. Abdullah bin Hisyam ra, dalam riwayat Imam Bukhari bercerita : " Kami suatu hari bersama Nabi SAW , beliau menggandeng tangan Umar bin Khattab ra. Umar lalu berkata : Wahai Rasulullah, engkau saya cintai diatas segalanya selain diri saya sendiri. Rasulullah menjawab : tidak, wahai Umar, demi yang jiwaku berada dalam genggamanNya, - ( imanmu tidak sempurna ) sampai kau mencintaiku lebih dari cintamu terhadap dirimu ". Tapi bagaimana cinta terhadap orang yang paling dekat, seperti anak, dan yang paling dimulyakan seperti orang tua.

Dalam berbagai kejadian kita sering menemukan orang berani mengorbankan dirinya demi kehidupan seorang anak. Orang sering berani menempuh kesulitan apa saja, sampai yang paling membahayakan terhadap dirinya, demi pengabdian kepada orang tuanya. Akankah cinta kepada Rasulullah juga harus di atas ini? Abu Hurairah, ra, menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintaiku lebih dari cintanya terhadap orang tuanya dan anaknya ". ( HR. Bukhari ). Tidak hanya itu, cinta kepada Rasulullah SAW harus juga di atas cinta terhadap semua kerabat, harta kekayaan, dan semua manusia. Imam Muslim pernah meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : " Tidak beriman seorang hamba sampai ia mencintaiku lebih dari cintanya terhadap kerabatnya, hartanya dan semua manusia ". Mencintai Rasulullah, bagaimana bentuknya? Sekedar memujinya dalam berabagai kesempatan, seperti setiap hari kelahirannya? Sekedar membacakan salawat kepadanya? Cinta yang jujur akan menggerakkan seluruh dimensi kemanusiaan untuk berbuat sesuatu sebagai cerminannya. Cinta Rasulullah, adalah banyak menyebutnya, mengikuti sunnahnya, menegakkan risalahnya di dalam dirinya dan di atas bumi yang Allah ciptakan ini. Rasulullah SAW, pembawa cahaya yang menerangkan jalan hidup bagi manusia. Cahaya ini berupa Al Qur'an dan sunnahnya, pedoman dalam segala aktivitas, dengannya kebahagiaan dunia-akhirat bisa tercapai. Jika hal di atas telah kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan ikhlas karena mengharap ridlo Allah semata, Insya Allah kita termasuk orang yang telah mencintai Rasulullah. Tentu saja hal ini akan terus kita pertahankan dan kita tingkatkan kualitasnya agar kita terus dapat mencintai Rasulullah. Agar cintai kita selalu meningkat baik jumlah maupun mutunya. Jika kita telah berusaha mencintai Rasulullah, maka kita baru bisa berharap bahwa Rasulullah membalas cinta kita.

Apa hikmahnya jika Rasulullah membalas cinta kita. Bukti balasan Rasulullah kepada kita adalah bahwa Insya Allah Rasulullah akan memberi syafaat kepada kita ketika kita mengalami kesulitan di Hari Perhitungan. Hari dimana semua orang sibuk terhadap dirinya sendiri. Hari dimana setiap orang tidak sempat mengingat orang lain. Hari dimana lepaslah ikatan keluarga. Hari dimana semua orang akan menuntut. Hari dimana semua tuntutan akan diperhatikan dan dipertimbangkan oleh Allah. Hari yang maha sulit bagi setiap makhluk.

Sebenarnya cinta Rasulullah kepada umatnya tidak usah diragukan lagi. Rasulullah berupaya sekuat tenaga agar kita semua mendapat rahmat Allah. Beliau tidak meminta upah dari kita semua. Bahkan segala harta yang dimilikinya habis untuk perjuangan menegakkan agama Allah. Sesungguhnya Rasulullah bisa kaya jika menghendakinya. Akan tetapi beliau gunakan kekayaannya untuk mengajak kita masuk ke dalam karunia Allah. Bahkan diakhir hidupnya, ketika nafas sudah di leher, baginda SAW masih ingat dan mencemaskan umatnya. Nah, pemimpin yang demikian, yang sangat memperhatikan nasib umatnya dunia dan akherat tentu saja sangat layak kita cintai. Ya, kita selayaknyalah berterimakasih dan mencintai Rasulullah tanpa mengharap balasannya. Sebab, dengan mencintainya itu akan menjadi jalan bagi kita menuju karunia Allah, yaitu iman dan taqwa, selamat baik di dunia maupun di akherat.

Oleh sebab itu, mari kita berusaha mencintainya sebagai wujud rasa terima kasih kita dengan memahami dan mengambil pelajaran dari sejarah Rasulullah, banyak bershalawat kepadanya secara ikhlas, mencontoh sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah, mentauladani perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, dan ziarah ke makam Rasulullah di Madinah dengan ikhlas jika kita mampu pergi kesana.

Wallahu A’lam

Manajemen Keuangan Keluarga Muslim


(Oleh : Hendry Munief, SE., Ak.)*
sumber: www.fokma.org

PENDAHULUAN

Manajemen keuangan keluarga bagi keluarga muslim merupakan suatu bagian penting dalam membantu mewujudkan rumah tangga yang harmonis dan mampu menjadi pendukung bagi aktivitas keislaman dan keseharian rumah tangga yang islami.

Sebab sangat banyak masalah ekonomi atau keuangan keluarga yang menjadi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan akhirnya mengganggu aktivitas seorang muslim dalam melaksanakan tugasnya, baik sebagai seorang istri, suami, anak ataupun sebagai hamba Allah untuk beribadah kepada-Nya.

Dalam kaidah fikih, ekonomi keluarga mutlak tanggung jawab suami. Jika istri bekerja, hasilnya untuk diri sendiri. Bila ditujukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, maka bernilai sedekah.

Rumah tangga, yang di dalamnya ada suami, istri dan anak-anak, merupakan unit keuangan yang terkecil. Pada umumnya saat awal menikah, sering terjadi kesulitan mengatur keuangan rumah tangga, yang berakibat terjadi ‘deficit cash flow’ pada akhir bulan, karena pengelolaan keuangan belum tertata dengan baik, dan belum ada perencanaan secara komprehensif.

Manajemen keuangan keluarga yang baik senantiasa menjaga keseimbangan (tawazun) antara besarnya pendapatan keluarga dengan besarnya pengeluaran. Dalam hal ini Islam mengajarkan kita untuk senantiasa bersifat qona’ah ketika pendapatan keluarga tidak begitu besar dan berusaha untuk mengpotimalkan pos-pos pengeluaran dengan baik, jangan sampai ‘besar pasak daripada tiang’.

POS KEUANGAN KELUARGA

Pos apa yang pertama kali kita sisihkan saat pertama kali menerima gaji? Banyak ibu rumah tangga dan para bapak menjawab “belanja rutin”. Menurut perencana keuangan keluarga Achmad Ghazali, jawaban itu kurang benar. ”Yang benar adalah sisihkan dulu untuk zakat, infak dan sedekah (ZIS), bayar utang, menabung baru belanja rutin.”

Mengapa demikian, menurutnya karena belanja adalah pos yang paling fleksibel. Besar atau kecilnya tergantung kebiasaan dan kemauan personal.

ZIS berurusan dengan dunia dan akhirat. Utang berkaitan dengan urusan dunia sehingga jika telat dibayar, maka orang yang bersangkutan harus membayar denda, bunga, dan diteror debt collector. Tabungan berkaitan dengan masa tua sehingga harus dikeluarkan lebih dahulu sebelum uang gaji dibagikan untuk pos belanja rumah tangga.

Disinilah diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam merencanakan, menyusun, dan melaksanakan rencana keuangan seseorang khususnya dalam kehidupan rumah tangga. Prioritas alokasi pengeluaran dari gaji yang diterima ada dalam 4 titik, yaitu:

  1. Untuk dikeluarkan zakatnya.
  2. Pengeluaran kepada pihak ketiga sebagai salah satu kebijakan mendahulukan kewajiban daripada hak.
  3. Investasi dan tabungan untuk kehidupan masa depan.
  4. Terakhir untuk alokasi kebutuhan kita sekarang.

Dari ke empat titik tersebut seringkali berbalik, titik terakhir malah menjadi yang utama dan titik paling utama justru menjadi yang terakhir. Seperti dalam gambar di bawah ini

Gentong Qona'ah

Sebagaimana sifat air, selalu mengalir dari atas ke bawah, begitu pula Cash Flow kita. Seringkali terlihat seperti gambar di atas. Setelah menerima gaji, maka akan langsung mengalir ke bawah, yaitu ke arah konsumsi. Baru setelah itu kalau ada sisa, kita tabung. Kalau masih juga ada sisa dari yang kita tabung, kita buat bayar cicilan sepeda motor, rumah, dan lain-lain. Kalau ternyata masih juga ada sisa, barulah kita mengeluarkan untuk infaq dan shodaqoh.

Gentong Qonaah


Cash Flow seorang muslim,digambarkan seperti segentong air yang mana selalu mendapat aliran secara berkala dalam setiap bulan. Langkah awal yang harus dilakukan bagi seorang muslim adalah tidak menyediakan sembarang gentong. Gentong yang kita sediakan adalah gentong yang bermerek Gentong Q ( Qona’ah). Karena sebesar apapun pendapatan kita, tidak akan bisa cukup kalau kita sendiri tidak merasa cukup dengan yang kita dapat. Sebelum masuk dalam gentong, air harus melewati Filter Halalan Thoyyibah.

Setelah air masuk ke dalam gentong, Kran Air harus ditutup dulu. Kenapa harus ditutup dulu? Karena ”Air” masih harus membasahi bagian terpenting. Yaitu Hak Allah, (Zakat Infaq dan Shodaqoh). Baru setelah Hak Allah kita tunaikan, ”Air” kita alirkan ke saluran “Hak pihak Ketiga”. Apakah hak pihak ketiga itu? Ia adalah hutang dan cicilan yang wajib kita tunaikan. Barulah setelah itu, kita tentukan seberapa banyak ”Air” harus kita sisakan sebelum dihabiskan. Kita alirkan ”Air” ke saluran “Hak Pribadi Masa Datang”. Yaitu untuk menabung dan investasi (pendidikan anak, ibadah haji, dll).

Setelah melewati saluran-saluran tersebut, barulah ”Air” bisa kita nikmati untuk mencukupi kebutuhan. Dan ingat! Kran harus tetap difungsikan. Artinya, kita harus bisa hidup hemat, menyesuaikan konsumsi kita dengan ”Air” yang tersedia.

TIPS BELANJA HEMAT

1. Perhatikan baik-baik ke mana uang kita pergi. Catat di memo apa yang dibutuhkan dan mencatat apa yang anda beli. Terbiasa mencatat akan membantu anda menjadi lebih cermat dan tentu lebih hemat saat belanja.

2. Jangan suka belanja mendadak. Makin banyak waktu untuk belanja, makin hematlah anda. Anda bisa membandingkan harga, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Hukum ini berlaku lebih pada momen-momen tertentu seperti persiapan merayakan hari besar, ulang tahun, dan lain-lain.

3. Kalau belum jadi konglomerat dengan limpahan uang di deposito, lebih baik bawa uang cash di dompet untuk dibelanjakan, dibandingkan memakai kartu kredit.

4. Jangan malu untuk menawar serendah mungkin. Dengan begitu anda bisa menghemat sejumlah uang walau tidak terlalu besar jumlahnya, dan uang itu bisa dialokasikan untuk keperluan yang lain.

5. Jangan lupa membawa daftar belanja anda. Dan biasakan untuk tidak membeli apapun yang tidak ada dalam daftar tersebut.

6. Jangan pergi belanja dalam keadaan lapar. Itu akan membuat anda jadi boros membeli makanan yang harganya bisa relatif mahal. Kalau bisa makan dulu di rumah sebelum pergi, itu akan jauh lebih baik. Kecuali memang niat makan diluar.

7. Jangan belanja dalam keadaan bingung, sedih atau sedang dalam masalah lain. Terutama pada wanita, belanja dalam keadaan seperti ini akan membuat anda ”lapar mata” dan akhirnya membeli sesuatu yang sama sekali tidak perlu.

8. Belanjalah sendirian. Bawa pasangan atau anak ketika belanja akan membuat anda ‘tergoda’ untuk membeli sesuatu untuk mereka.

9. Jangan langsung buang bukti pembayaran. Anda bisa baca ulang bukti itu untuk menjadi bahan perhitungan dan ‘perenungan’. Dan siapa tahu barang yang anda beli rusak, anda bisa mengembalikannya dengan membawa bukti itu.

10. Jangan malu cari barang tertentu di toko barang bekas. Jika pandai memilih, anda bisa menghemat sejumlah uang untuk barang yang masih berkualitas baik.

PENUTUP

Semoga materi yang singkat ini dapat menjadi masukan berguna bagi kita semua untuk mulai menata dan mengatur manajemen dalam keuangan keluarganya. Sehingga terwujudlah sebuah tatanan keluarga yang harmonis dan dapat memberikan kontribusi bagi dakwah Islam secara luas.

Wallahu A’lam bis Showab

* Penulis adalah seorang usahawan yang sedang menyelesaikan studi masternya di bidang Master of Business Administration Faculty of Economics and Business Universiti Kebangsaan Malaysia

Rabu, 05 Oktober 2011

Keseimbangan

Posted by takwiniyyah pada 30 Juli 2009

“Maka hadapakanlah wajahmu dengan lurus kepada Dien yang hanif (agama Allah); tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia dengan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Qs. 30:30)

Manusia diciptakan dengan fitrah berdien tauhid (memiliki naluri tauhid yaitu Islam) dan Allah menghendaki manusia untuk tetap dalam fitrah itu. Kalaupun ada manusia yang tidak beragama tauhid, itu hanyalah karena pengaruh lingkungan. Sesuai dengan fitrah Allah itu, manusia diciptakan terdiri dari tiga unsur, yaitu: jasad, akal dan ruh. Islam mengehendaki ketiga unsur tersebut berada dalam keadaan tawaazun (seimbang). Untuk menjaga keseimbangan itu, kita harus memperhatikan bagaimana mengelola ketiga unsur pembentuk manusia itu dengan tepat.

Ketiga unsur di atas membutuhkan makanan (santapan) yang tepat dan memadai. Jasad membutuhkan santapan jasad, akal memerlukan santapan akal dan ruh pun memerlukan santapan ruh.

1. SANTAPAN JASAD

Adapun santapan jasad itu terdiri dari makanan, minuman, tidur, olahraga, seks dan pakaian. Islam mengajarkan agar manusia memakan makanan yang halalan thayyiba ( halal dan baik untuk kesehatan). “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik… “(Qs. Al Baqarah:168). “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu…”(Qs. Al Baqarah:174)

Sedangkan untuk istirahat, tidur, Allah SWT. menjelaskan dalam Qs. Al Qashash: 71-73. “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari).” Qs. Al Qashash:73

Sehubungan dengan olahraga, Allah SWT. berfirman dalam Qs. Al Anfal:60 ,” Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh-musuh Allah.”

Tentang seks Allah SWT. berfirman dalam Qs. An Nuur:24. Adapun hukum perkawinan ini dapat dilihat pada Qs. An Nisaa’:32

Kebutuhan akan pakaian difirmankan Allah SWT dalam Qs. Al A’raf:26 dan 31.

2. SANTAPAN AKAL

Akal memerlukan santapan berupa ilmu. Al Ghazali membedakan ilmu ini ke dalam dua kelompok yaitu: fardhu ‘ain (wajib untuk semua orang) dan fardhu kifayah (wajib sampai ada orang yang mrnguasai ilmu tersebut). Jadi wajib kifayah ini artinya tidak semua orang wajib hukumnya untuk menguasai ilmu kedokteran atau ilmu teknik atau ilmu ekonomi, dsb.

Yang termasuk ke dalam kelompok fardhu ‘ain adalah al maabaadi al Islamiyah (Prisnip-prinsip Dasar Ajaran Islam). Prinsip-prinsip dasar ajaran Islam itu adalah ma’rifatullah (merupakan tujuan), ma’rifatur rasul (merupakan ikutan/teladan), ma’rifatul Islam (merupakan jalan,path) ma’rifatul insan berupa risalatul insan (misi penciptaan manusia) dan wazifatul insan (fungsi penciptaan manusia).

Ma’rifatullah merupakan tujuan hidup kita hanyalah untuk Allah SWT. “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam…” (Qs. Al An’am:162).

Ma’rifatur rasul merupakan ikutan / suri tauladan yang baik. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangann hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Qs. Al Ahzab:21)

Ma’rifatul Islam merupakan jalan (path) untuk mencapai ma’rifatullah. “Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al Kitab, kecuali sudah datang pengetahuan pada mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya.” (Qs. Ali Imran:19).

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (Qs. At Taubah:33). Wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari al Islam, karena hanya Islam lah agama yang diridhoi Allah. Karena itulah diperlukan suati sistem kajian intensif, komprehensif dan berjama’ah.

Intensif berarti sedikit demi sedikit tetapi mendalam dan berkesinambungan.

Komprehensif dimaksudkan tidak sepotong-sepotong ataupun parsial tetapi dipelajari secara keseluruhan.

Berjama’ah artinya agar mempelajari Islam dapat langsung dipraktekkan dan ada saling menasihati bila ada kekeliruan dan kemalasan.

Ma’rifatul insan dibagi ke dalam dua bagian yaitu: risalatul insan dan wazifatul insan. Risalatul insane artinya misi penciptaan manusia yaitu hanya untuk menyembah Allah swt. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu (mengabdi kepada Allah)…”(Qs. Adz Dzaariyaat:56) sedangkan wazaifatul insan (fungsi penciptaan manusia) adalah untuk dijadikan khalifah di muka bumi,…”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…”(Qs. Al Baqarah:30)

3. SANTAPAN RUH

Adapun santapan ruh ini adalah dzikir. Allah SWT. berfirman dalam Qs. Thaha:14,”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu.” Pada ayat ini dijelaskan bahwa sholat merupakan salah satu cara untuk zikrullah (mengingat Allah). Srelamjunya pada Qs. Al Anfaal:2, Allah SWT. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Dan Qs. Ar Ra’ad:28.

Dalam berzikir kita kenal istilah zikrul lisani dan zikrul qolbi yaitu zikir secara lisan yang diikuti oleh hati (qolbu). Dari ketiga ayat di atas, terlihat dengan jelas bahwa mengingat Allah (zikrullah )itu bisa dilakaukan dengan sholat yang khusyu’, dengan mengingat sifat-sifat keagungan Allah, dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an secara lisan dan diikuti qolbu (hati). Hasil yang akan diperoleh dari mengingat Allah ini adalah tathmainnul qulub (hati yang tenteram), yaitu hati yang bersyukur di saat menerima rahmat Allah dan hati yang bersabar di saat mengadapi musibah.

Ketiga dimensi (jasad, akal, ruh) harus seimbang, dalam pengertian harus diberi santapan secara seimbang. Jika kita hanya memberikan santapan fisik saja tanpa santapan akal dan ruh, maka kita hanya memuaskan kehendak fisik/jasad saja, tapi ruh kita sangat kering, sehingga hatipun tidak tenteram. Begitu pun halnya bila terlalu berat pada pemberian santapan akal saja, tanpa memperhatikan jasad dan ruh, maka manusia itu ibarat orang yang memiliki pengetahuan, tapi jasadnya sakit-sakitan dan hati pun tidak tenteram. Sebaliknya jika hanya dimensi ruh saja yang diperhatikan, tanpa memberikan makanan fisik dan akal berupa ilmu, terutama Al Maabaadi Al Islamiyah, maka cara berzikir pun kehilangan pedoman sehingga menjadilah manusia-manusia yang hanya memuaskan kebutuhan ruh semata, semenatara jasad dan akalnya memiliki ketidakseimbanagn. Dan kondisi ini tentu akan menyalahi fitrah dari Allah SWT.

Wallahu’alam.

Sumber: Lentera Kehidupan

Selasa, 04 Oktober 2011

Lambung Sehat Saat Puasa

Lambung Sehat Menuju Kemenangan

sumber:ghonzation.blogspot.com

Tidak terasa sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadhan, di mana umat muslim akan menjalankan ibadah puasa yang merupakan perintah wajib dari Allah SWT kepada umat Islam yang beriman (QS Al Baqarah 183). Salah satu masalah kesehatan yang sering dikeluhkan saat puasa adalah kambuhnya penyakit maag.

Seperti kita ketahui dalam berpuasa berarti saluran cerna kita tidak mendapat makanan maupun minuman selama +/- 14 jam, kosongnya lambung dapat mengakibatkan kambuhnya sakit maag. Dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli memang terjadi peningkatan asam lambung saat puasa dan akan kembali normal setelah puasa selesai. Selain itu lambung juga akan mengadakan proses adaptasi dengan pola makan yang berubah, sehingga seringkali pada awal-awal puasa keluhan sakit maag ini meningkat.

Menurut Dr Samuel Oetoro MS SpGK, sebagai seorang ahli gizi klinik, beliau menganjurkan untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar setiap orang harus
menerapkan pola hidup sehat dan bugar. Pola hidup sehat dan bugar berarti kita harus melakukan 5S yaitu Makan Sehat, Berpikir Sehat, Istirahat Sehat, Aktifitas Sehat dan Lingkungan Sehat.

Dalam hal Makan Sehat, kita harus memperhatikan 3 hal yaitu jumlah, jadwal dan jenis makanan. Di saat puasa hal ini juga perlu diterapkan supaya puasa dapat dilalui tanpa masalah dengan lambung.

3T Saat Bulan Puasa

Sejalan dengan itu untuk menjaga lambung tetap sehat selama puasa, kita bisa menerapkan Gerakan Lambung Sehat dengan 3T, yaitu :
1. Tepat waktu: jangan lewatkan sahur dan jangan tunda berbuka.
2. Tepat nutrisi: makanlah makanan dengan gizi seimbang dan lengkap selama puasa. Saat sahur tubuh memerlukan makanan bergizi dan kaya serat, sedangkan saat berbuka awali dengan minum air & makan yang manis dahulu (misal: kurma), sesudah shalat lanjutkan makan besar dan lengkap; sesudah tarawih/sebelum tidur dapat mengkonsumsi makanan ringan. Perbanyak minum air untuk mencegah dehidrasi.
3. Tepat solusi: jika timbul gejala sakit maag seperti sendawa asam, mual, mulas, nyeri uluhati dan kembung, maka asam lambung dapat dinetralkan dengan minum obat maag sebelum sahur, saat berbuka dan sebelum tidur malam.

Dengan puasa, waktu makan kita akan lebih teratur sehingga pengeluaran asam lambung juga lebih teratur. Biasanya dengan melakukan puasa dengan baik, terapkan 3T dengan niat yang kuat maka lambung akan terjaga kesehatannya sampai hari kemenangan.

Tips Sehat Sahur

1. Sahurlah mendekati imsak.
2. Makanlah makanan yang mudah dicerna, misal: sedikit nasi, telur, sayur, tempe/tahu.
3. Minumlah air hangat atau jus buah segar.
4. Jangan langsung beraktivitas berat atau kembali tidur setelah sahur, beri waktu (30 menit) makanan masuk ke pencernaan dengan sempurna.

Tips Sehat Berbuka


1. Segerakan berbuka ketika masuk waktu buka dengan minum air putih.
2. Utamakan makanan yang manis atau kurma seperti ajaran Nabi.
3. Satu jam kemudian, makanlah makanan padat dan lengkap secukupnya.
4. Perbanyak minum air putih untuk membantu proses pencernaan.

Nataijul Ibadah Wa Halawatul Ibadah (1)

Posted by takwiniyyah pada 30 Juli 2009

Menikmati Kesegaran Ibadah

Menelusuri jalan hidup kadang tak ubahnya seperti pengembara yang berjalan di tengah terik. Haus dan melelahkan. Andai ada air segar yang tersaji di tiap persinggahan. Andai tiap orang sadar kalau air segar itu adalah ibadah di tiap persinggahan kesibukan.

Ada yang aneh dari sudut pandang Aisyah r.a. terhadap tingkah suaminya, Rasulullah saw. Ia terheran ketika mendapati Rasul yang begitu menikmati shalat sunnah hingga kakinya bengkak. Apa beliau tidak merasakan sakit itu?

Aisyah pun mengatakan, “Kenapa kau lakukan itu, ya Rasulullah? Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang dulu dan akan datang?” Dengan ringan Rasul menjawab, “Tak patutkah aku untuk menjadi hamba Allah yang senantiasa bersyukur!”

Kenikmatan beribadah. Itulah yang dirasakan Baginda Rasulullah saw. ketika sedang shalat. Sedemikian nikmatnya, hingga rasa sakit dari bengkak kakinya tak lagi terasa. Beliau seperti tak ingin menyudahi komunikasinya dengan Yang Maha Kasih, Yang Maha Sayang.

Keindahan hubungan antara seorang hamba dengan Khaliqnya itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Persis seperti seorang rakyat ketika berkomunikasi dengan seorang pejabat tinggi. Umumnya, komunikasi akan berlangsung formal, kaku, dan membosankan. Akan beda jika rakyat itu masih ada hubungan keluarga dengan sang pejabat. Mereka sudah saling kenal. Komunikasi menjadi tidak formal, santai, dan sangat menyenangkan. Padahal posisinya tetap sama: antara rakyat dengan seorang pejabat tinggi.

Secara sederhana bisa dibilang ada hijab. Ada sesuatu yang mendindingi antara hati seorang manusia dengan Allah swt. Dinding ini bisa menebal, bisa juga menipis. Bahkan nyaris tak ada dinding sama sekali.

Firman Allah swt. dalam surah Qaf ayat 16, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

Masalahnya, sedekat itu pulakah seorang hamba Allah kepada Allah swt. Ini yang akhirnya menentukan keharmonisan dan kenikmatan dalam beribadah. Dan ini pula yang menentukan bermutu tidaknya ibadah seorang hamba Allah swt.

Mutu ibadah yang terkesan sederhana ini, ternyata punya dampak yang luar biasa dalam tatanan kehidupan manusia. Mutu ibadah seseorang sangat berpengaruh pada sepak terjangnya di dunia nyata. Apakah terhadap sesama manusia atau dengan alam lingkungannya.

Dalam hal shalat misalnya, Al-Qur’an menyebutnya dengan mereka yang lalai dari shalat. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [QS. Al-Ma'un (107): 4-7]

Bagaimana mungkin orang yang rajin shalat bisa tak peduli dengan lingkungan, bahkan bisa berbuat jahat dengan saudara seiman? Ini menandakan kalau shalat yang dilakukan tidak bermutu sama sekali. Karena pengaruh shalatnya tidak terlihat dalam hubungan sosialnya dengan yang lain.

Rasulullah saw. mengatakan, “Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya Allah menuntun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati lebih disukai Allah daripada seorang alim (tekun beribadah) tapi kikir.” (HR. Athabrani)

Ternyata, jauh tidaknya seseorang kepada Allah bisa dilihat dari hubungannya dengan orang sekitar. Kalau seseorang tidak disukai dengan orang sekitarnya, terlebih sesama mukmin, berarti hubungan orang itu dengan Allah swt. seperti minyak dengan air. Terlihat seperti menyatu, padahal selalu pisah.

Perhatikanlah bagaimana sosok Rasulullah saw. di mata para sahabatnya. Begitu dekat, begitu dicintai. Rasulullah saw. buat para sahabatnya bisa seperti ayah dengan anak, antara sesama sahabat dekat, dan seperti guru dengan murid.

“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [QS. At-Taubah (9): 128]

Dekat tidaknya seseorang dengan Allah swt. juga bergantung pada diri orang itu sendiri. Dan pintu itu ada pada kebersihan hati, kekuatan iman, serta istiqamah dalam mentaati aturan Allah dalam kehidupan.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” [QS. Al-Baqarah (2): 186]

Andai ibadah menjadi sesuatu yang menyenangkan buat diri seseorang, dia akan menjadikan shalat persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap shalatnya. Rasulullah saw. bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan), beliau shalat. (HR Ahmad)

ditulis oleh Muhammad Nuh dalam www.dakwatuna.com

MUWAAFAQATUL AQWAAL BIL AF’AL

MUWAAFAQATUL AQWAAL BIL AF’AL

(Keselarasan Kata dan Perbuatan)

sumber:4antum.wordpress.com

“Hai orang – orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah SWT, bahwa kamu mengatakan apa – apa yang tidak kamu perbuat.”

(QS. As – Shaff : 2 – 3)

Ayat ini bukan mengancam orang yang berdakwah kepada sesuatu padahal ia belum mampu melakukannya. Mengajak orang lain kepada kebaikan adalah baik, terlepas dari sudah mampu atau belum. Kebaikan harus didakwahkan.

Ayat di atas mencela orang yang sengaja berbicara bahwa ia akan melakukan suatu kebaikan dan ia mampu, namun tidak melakukannya. Padahal tidak ada uzue. Ia hanya sekedar mengatakan kepada orang lain saja. Sikap demikian menjadi indikator kedustaannya, sedangkan dusta merupakan dosa besar dalam Islam.

Selagi lagi, di sini ana tidak bermaksud untuk menggurui, hanya ingin memberikan motivasi kepada diri sendiri dan kepada antum semua agar kita bisa menjadi makhluk yang lebih baik dari hari kemarin … ^_^

Kebenaran dan kejujuran atau shiddiq adalah hal paling mahal dalam Islam, kejujuran adalah landasan iman. Di antara ciri kejujuran adalah keserasian antara ucapan dengan yang ada di hati. Jujur, keserasian antara ucapan dan perbuatan. Orang yang mengatakan akan melakukan sesuatu tapi sengaja tidak melakukannya, dan tidak ada tekad melakukannya, maka ia telah berdusta kepada Allah SWT dan manusia.

Islam sangat menekankan penjagaan lisan. Kebanyakan orang tersungkur di neraka karena lisannya, dusta dalam berkata, tidak menepati janjinya. Kalau lisan seseorang tidak bisa dipercaya, apa lagi yang mendasarinya untuk dipercaya orang lain?

Rasulullah SAW bersabda :

“Tidak ada iman kalau tidak ada amanah, dan tidak ada dien (agama) bagi orang yang tidak bisa dipegang janjinya.”

(HR. Ahmad)

Sudah banyak penderitaan kaum muslimin disebabkan orang – orang munafik yang banyak bicara, banyak berjanji, tapi tidak ada realisasinya. Maka Allah SWT sangat mencela mereka.

Postingan ini memberikan pelajaran besar kepada para pemimpin untuk tidak berkata dan berjanji kepada rakyat kecuali memang benar – benar merealisasikannya. Agar menjadi teladan bagi rakyatnya. Keserasian antara ucapan dan perbuatan menjadikan hidup nyaman dan menyebarkan keteladanan yang baik. Sehingga memotivasi orang lain untuk meneladani.

by : Ummi Risma

Muwaafaqat af’al bil aqwal

Muwaafaqat af’al bil aqwal (integritas)
Muwaafaqat = perbuatan
Af’al= perkataan (statement)
Aqwal = perbuatan (action)
(keselarasan yang baik antara perkataan/ucapan dan amal yang diperbuat)

Tarbiyat al-Aqwal is the tarbiyah of words.
Tarbiyat al-Af`al is the tarbiyah of action and is done by doing a big act.
In fact,,, Dakwah adalah Wajib, baik dengan lisan atau perbuatan.
Aqwal dan A’al didasarkan atas ilmu dari aqidah yang lurus. Perkataan dan perbuatan didasari oleh Al-Quran dan hadist.
Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan (Al-Fuushilat :17)
Seorang dai pasti tahu bahwa Allah swt. telah menciptakan manusia untuk tunduk hanya kepada-Nya. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Al-Dzariyat: 56 ).
Ibadah hanya benar dilakukan bila didasari pengetahuan yang jelas. Pengetahuan yang jelas tidak akan terwujud kecuali mengacu kepad manhaj (pedoman) yang telah digariskan oleh Allah swt. yang telah mengutus para rasul dan nabi-Nya. Mereka, para rasul dan nabi adalah penyeru (du’at) yang menunjukan kepada kebenaran.
Demikianlah kesibukan mereka dalam rangka merealisasikan kehendak Allah yang telah manjadikan Adam a.s. sebagai khalifah di muka bumi, memutuskan perkara dengan ketetapan Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah: 30). Maka dari itu, tujuan Allah menciptakan manusia agar dirinya sibuk dengan perintah-Nya.
But Beware,, ketidakselarasan perkataan dan perbuatan bisa menggolongkan kita pada orang2 munafik,,

Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai ciri-ciri orang munafik. Pada orang munafik minimal ada satu ciri, sedangkan munafik tulen memiliki ketiga-tiganya. Ketiga ciri tersebut adalah
1. Bila berbicara selalu bohong.
Orang seperti ini tidak bisa dipercayai dalam setiap perkataan yang diucapkannya. Bisa jadi apa yang dibicarakan tidak sesuai dengan hatinya.
2. Bila berjanji, tidak ditepati
Orang munafik sulit untuk dipercayai perkataan dan perbuatannya
3. Bila diberi kepercayaan selalu berkhianat.
Orang munafik sulit diberikan kepercayaan. Setiap kali kepercayaan yang diberikan tidak dapat dia jaga dengan baik.
Allah amat murka pada hambanya yang munafik (perkataan tidak sesuai dengan perbuatan)
”Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS As Shaff : 2-3).
Keselarasan yang baik antara perkataan/ucapan dan amal yang diperbuat berbuah kepercayaan dan keteladanan.
Ketealadanan adalah cara berdakwah yang paling hemat karena tidak menguras enerji dengan mengobral kata-kata. Bahkan bahasa keteladanaan jauh lebih fasih dari bahasa perintah dan larangan sebagaimaana pepatah mengatakan: “Lisaanul hal afshahu min lisaaanil maqaaal”, bahasa kerja lebih fasih dari bahasa kata-kata. Dalam ungkapan lain keteladanan ibarat tonggak, dimana bayangan akan mengikuti secara alamiah sesuai dengan keaadaan tonggak tersebut, lurusnya, bengkoknya, miringnya, tegaknya. Benarlah pepatah ini: “Kaifa yastaqqimudzdzhillu wal ‘uudu a’waj”, bagaimana bayangan akan lurus bila tonggaknya bengkok.
Keteladanan Rasulullah saw (idola kittah).
Sebagai murabbi Rasulullah saw. selalu melakukan pendekatan komunikasi sebagaimana yang direkomendasikan Al-Qur’anm yaitu qaulan layyinan (Thaha: 44), qaulan maysuran (Al-Isra’: 28), qaulan ma’rufan (As-Sajdah: 32), qaulan balighan (An-Nisa’: 63), qaulan sadidan (An-Nisa’: 9), dan qaulan kariman (Al-Ahzab: 31).
Sebagai murabbi, Rasulullah saw. tidak pernah memojokkan mutarabbi dengan kata-kata, apalagi hal itu dilakukan di hadapan orang lain. Diriwayatkan oleh Abi Humaid Abdirrahman bin Sa’ad As-Sa’idy r.a., ia berkata, “Nabi saw. telah mengutus seseorang yang bernama Ibnu Lutbiyyah sebagai amil zakat. Setelah selesai dari tugasnya lalu ia menghadap Raasulullah saw. seraya berkata, ‘Ini hasil dari tugas saya, saya serahkan kepadamu. Dan yang ini hadiah pemberian orang untuk saya.” Lalu Rasulullah saw. segera naik ke atas mimbar. Setelah menyampaikan puja dan puji kehadirat Allah swt., beliau berkhutbah seraya berkata, “Sesungguhnya aku megutus seseorang di antara kalian sebagai amil zakat sebagaimaana yang telah diperintahkan oleh Allah swt. kepadaku, lalu ia datang dan berkata: ‘Ini untuk engkau dan yang ini hadiah untukku. Jika orang itu benar, mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau Ibunya sehingga hadiah tersebut datang kepadanya. Demi Allah, tidaklah mengambil seseorang sesuatu yang bukan haknya melainkan kelak dia bertemu dengan Allah swt. membawa barang yang bukan menjadi haknya.” Lalu Rasulullah saw. mengangkat kedua belah tangannya hingga tampak ketiaknya seraya berkata, “Ya Allah, telah aku sampaikan. Ya Allah, telah aku sampaikan. Ya Allah, telah aku sampaikan. ” (Bukhari dan Muslim)

Manfaat jika sukses membangun kepercayaan:
1. Jika bisa dipercaya maka kita akan banyak mendapat peluang dan kesempatan.
2. Memiliki banyak relasi atau network.
3. Mudah memperoleh mitra dan modal usaha.
4. Mendapat dukungan dan sinergi yang maksimal dari teamwork.
5. Mendorong keyakinan dan rasa percaya diri yang lebih positif.
6. Menerima respek dan penghargaan dari orang lain.