Senin, 25 Juli 2011

Solusi bila anak ringan tangan saat marah

Sumber: www.suaramedia.com

Menahan emosi adalah salah satu hal tersulit yang dilakukan orang terlebih anak kecil. Karena tak bisa menahan emosi banyak orang yang meluapkan kemarahannya dengan fisik.

Jika dari kecil anak sudah dibiasakan mengeluarkan emosinya dengan kata-kata atau verbal, maka diharapkan saat dewasa ia menjadi pribadi yang tidak asal main pukul saat sedang marah.

Psikolog anak dan remaja Alzena Masykouri, MPsi mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah anak agar tidak memukul saat marah.

"Pada anak-anak hal yang penting adalah bisa mengekspresikan yang dirasakannya dengan cara yang bisa diterima oleh lingkungan," ujar Alzena, Senin (28/2/2011) lalu.

Alzena menuturkan bagi anak-anak hal ini tidak bisa terjadi secara alamiah, tapi harus dibantu oleh orangtua dan juga orang-orang di sekitarnya. Untuk itu diperlukan latihan bagi anak-anak.

"Latihan ini sebaiknya dilakukan saat anak sedang dalam kondisi normal yaitu tidak marah, tidak kesal, tidak sedih atau tidak kecewa. Karena kalau dipraktikkan saat anak sedang marah akan percuma, hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan saja," ungkapnya.

Alzena menuturkan ada hal-hal penting yang bisa diajarkan orangtua pada si kecil mengenai perasaannya yaitu:

1. Anak mampu mengenali emosi yang dirasakannya

2. Anak mampu mengidentifikasi perasaan dan alasannya

3. Anak mampu meluapkan emosinya dengan cara yang tepat dan benar

Jika anak memukul saat marah, maka orangtua bisa bilang 'Itu namanya kamu marah dan tidak sepatutnya untuk memukul. Kamu boleh nangis atau teriak, tapi kamu tidak boleh menyakiti orang lain'.

Jika anak sedang sangat emosi misalnya ia bilang 'Aku kesel banget ma, aku mau teriak', sebaiknya orangtua membiarkan anak untuk teriak atau nangis tapi beri penjelasan pada anak jika habis teriak nanti ia tidak boleh kesal lagi.

"Latihan ini tidak bisa instan karena anak-anak kadang suka lupa dan spontan, serta orangtua tidak boleh membalas dengan memukul atau memarahinya," ungkap psikolog lulusan Magister psikologi UI tahun 2002.

Lebih lanjut Alzena menuturkan orangtua bisa memberikan beberapa solusi bagi anak jika ia sedang merasa sangat kesal atau sangat marah agar tidak memukul atau menyakiti orang lain seperti:

1. Menarik napas dalam sebanyak 10 kali baru setelah itu berbicara

2. Menyendiri dulu untuk beberapa waktu sampai ia merasa lega

3. Memeluk orangtuanya, bisa dengan cara memeluk mamanya

"Setiap individu berbeda-beda, tapi biasanya hal yang dicari adalah perasaan lega dan menenangkan," imbuhnya.

Emosi yang dialami anak sebaiknya memang tidak diredam karena anak-anak boleh sedih, senang, marah atau kesal. Tapi orangtua sebaiknya memberikan kesempatan bagi anak untuk meluapkan emosinya dengan cara-cara yang tepat

Sementara itu, seperti dikatakan psikolog Rahmitha P. Soendjojo , perilaku memukul biasanya muncul pada anak yang belum bisa berbicara atau baru mulai belajar bicara. "Perbendaharaan katanya masih sangat terbatas, sehingga memukul menjadi salah satu bahasa untuk menyatakan keinginannya maupun ketika ia merasa kurang nyaman atau tak aman," jelas Pjs. Manajer Komunikasi YKAI ini.

Perilaku memukul, menurut Rahmitha, juga bisa terjadi pada anak yang punya energi berlebihan. "Jika ia banyak dilarang sementara energinya tetap ada dan ia tak tahu cara menyalurkannya, akibatnya ia lalu memukul atau melakukan perilaku agresif lainnya," tutur lulusan Fakultas Psikologi Unpad ini. Begitu pula dengan anak-anak yang terluka, entah karena marah, kesal, kecewa, atau sedih, dan ia tak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan-perasaan itu.

DIJAUHI TEMAN

Dalam buku What to Expect the Toddler Years karya Einsenberg, Murkoff & Hathaway, dikatakan, banyak perilaku agresif anak usia ini berhubungan dengan frustrasi. Ini karena dalam diri mereka seringkali muncul konflik antara rasa percaya dan tak aman, keinginan mandiri dan ketergantungan, keinginan berkuasa dan keadaan tak berdaya. Dan, jangan lupa, anak usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar serta senang bereksperimen.

Bagaimanapun, kata Rahmitha, memukul atau perilaku agresif lainnya adalah reaksi alamiah ketika seseorang merasa kesal, marah, atau frustrasi. Begitu pula yang dialami batita Anda. Jadi, wajar saja bila ia memukul atau dipukul anak lain. Tapi bukan berarti Anda boleh mengijinkan ia memukul. Anda tetap tak boleh membiarkan ia memukul, hanya karena ia masih terlalu kecil untuk mengetahui hal yang baik. Memang, masih cukup sulit baginya untuk mengerti perbedaan benar dan salah, tapi ia sepenuhnya akan mengerti mana tingkah laku yang Anda inginkan dan mana tingkah laku yang Anda larang.

Lagipula, dengan membiarkan anak memukul, lama-lama ia tak mengenal cara lain untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya. Jika memukul akhirnya menjadi kebiasaan, ia akan dijauhi oleh teman-temannya yang berarti menghambat perkembangan sosialisasinya.

Jadi, apa yang harus kita lakukan jika anak memiliki "hobi" memukul?

KALAU IA MEMUKUL

1. Beri Arahan Singkat

Ketika ia hendak memukul, cepat pegang tangannya dan katakan, "Jangan memukul. Mama tak suka bila kamu memukul, karena itu sakit." atau, "Mama sayang kamu, tapi Mama tak senang bila kamu memukul." Kalimat-kalimat seperti ini cukup efektif untuk ia agar mendengar pengarahan Anda.

2. Alihkan Perhatiannya

Setelah Anda melarangnya memukul, segera alihkan perhatiannya dengan mengajak ia berpartisipasi dalam permainan lain tanpa konfrontasi. Dengan demikian, untuk sementara, ia dan temannya akan melakukan permainan baru satu sama lain dengan tenang.

3. Jangan Mempermalukan

Kata-kata yang Anda gunakan untuk membuat ia berhenti memukul dapat menjadi suatu kekuatan tersendiri. Jika Anda sampai mempermalukannya, Anda hanya akan membuat ia melawan dan bertindak defensif. Jangan berkata, "Kamu memang anak nakal!" tapi katakan, "Mama tak suka bila kamu memukul Jodi."

4. Bersikap Konsekuen

Jika ia kembali memukul, bertindaklah tegas dan konsekuen. Ia harus menghentikan permainannya, entah dengan menyuruhnya duduk di sebelah Anda tanpa aktivitas untuk beberapa saat, atau ajak ia pulang jika saat itu ia bermain di rumah temannya. Katakan padanya, "Kamu tidak bermain baik sama sekali. Kamu gampang sekali memukul teman. Teman-temanmu tidak menyukaimu lagi jika kamu suka memukul."

5. Time-out

Ini cara yang baik untuk mengatasi dorongan memukul, tapi bukan merupakan tindakan hukuman. Ini merupakan satu cara untuk mengendalikan emosi anak, agar ia melihat apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya. Tapi jangan gunakan time-out untuk menguliahinya. Petuah diberikan setelah time-out selesai dan ia sudah mulai tenang.

6. Selamatkan Korban

Jika anak lain sampai menangis karena dipukul anak Anda, segera pusatkan perhatian pada anak itu dan hiburlah daripada menegur anak Anda. Jika anak Anda menyerang, pisahkan anak lain itu dengan aktivitas lain, lalu tenangkan anak Anda. Dengan nada rendah dan tanpa kemarahan, jelaskan secara ringkas bahwa memukul adalah perilaku yang tak dapat diterima dan mengapa hal itu tak boleh dilakukannya. Misalnya, Anda dapat mengatakan, "Kamu menyakiti Andi ketika kamu memukulnya."

7. Tunjukkan Perilaku Yang Anda Inginkan

Jika ia memukul Anda, dengan tenang jauhkan tangannya dan pegang ia. Katakan dengan singkat dan sungguh-sungguh, tapi tanpa kemarahan, "Tolong jangan pukul Mama. Itu menyakitkan." Lalu, gunakan tangannya untuk mengusap secara lembut, bagian tubuh Anda yang ia pukul, dan katakan, "Lihat, inilah yang Mama sukai."

TINDAK PENCEGAHAN

1. Tentukan Batas

Tentukan aturan yang jelas bagaimana ia harus bertingkah laku. Mulai usia 18 bulan, ia cukup mampu untuk memahami batasan-batasan sederhana, meskipun ia tak akan mematuhinya sepanjang waktu. Yang penting, biarkan ia tahu bahwa menyakiti orang lain dan menggunakan kekuatan kasar untuk memecahkan konflik adalah salah.

2. Sahkan Perasaannya

Semua perasaan adalah sah, tapi tidak demikian dengan beberapa perilaku. Katakan padanya, "Kamu boleh merasa marah ketika temanmu merebut mainanmu. Tapi kamu tak boleh memukul, karena pukulan membuat sakit."

3. Ajarkan Kata-kata Pengganti Pukulan

Anda dapat mengajarkannya kata-kata seperti "Hentikan!", "Jangan!", "Ini milikku!", "Tidak!" dan "Pergilah!" sebagai alternatif memukul. Sehingga, saat temannya merebut mainan yang sedang ia mainkan, ia dapat mengatakan, "Jangan, ini milikku!", bukan malah memukulnya.

4. Minimalisir Frustrasi

Bantu ia mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup sehari-hari seperti keterampilan sosial, bermain, berbusana, dan keterampilan makan. Ini akan mengurangi rasa frustrasinya.

5. Awasi Saat Ia Bermain

Selalu dampingi saat ia bermain bersama teman-teman atau saudara kandungnya, tapi Anda tak harus selalu berada di dekatnya. Yang penting, Anda dapat dengan mudah mengawasinya.

6. Batasi Jumlah Teman Bermainnya

Di usia ini, ia baru mulai belajar bersosialisasi. Dua atau tiga teman bermain sudah cukup dalam satu waktu permainan. Anda pun lebih mudah mengawasinya.

7. Beri Perhatian Untuk Perilaku Baik

Memukul seringkali mengundang perhatian anak-anak yang kerap diabaikan atau tak dihargai ketika mereka berperilaku baik. Seorang anak yang merasa tak cukup diperhatikan akan mungkin melakukan sesuatu untuk diperhatikan, salah satunya memukul teman atau saudara kandung. Beri ia cukup perhatian seperti hadiah, ciuman, dan pelukan untuk perilakunya yang baik.

8. Kontrol Diri Anda

Apa pun yang Anda lakukan dan alami, jangan bereaksi terhadap perilaku tak menyenangkan dari anak dengan memukulnya. Jika Anda sedang stres dan Anda memukulnya, berarti Anda mengajarkan ia bahwa kekerasan adalah reaksi wajar dari orang yang berada di bawah tekanan atau stres. Jadi, jangan sampai Anda lepas kontrol.

9. Jangan Gunakan Pukulan Untuk Disiplin

Jika Anda melarangnya memukul, tapi Anda malah memukul tangannya saat melarang sesuatu, maka Anda tak membantu ia melihat apa yang seharusnya ia ketahui dari suatu kebiasaan. Dengan Anda memukulnya, ia belajar bahwa memukul merupakan satu cara agar orang lain mematuhi perintahnya atau memenuhi keinginannya.

JIKA IA TETAP MEMUKUL

Anda sudah mencegah dan melarangnya memukul, tapi ia tetap melakukannya. Mungkin ia punya alasan khusus mengapa ia masih tetap memukul. Coba amati suasana rumah dan lingkungan sekitarnya. Apakah memukul merupakan satu kebiasaan yang dilakukan orang dewasa untuk mengekspresikan kemarahannya dan mendapatkan apa yang mereka butuhkan? Atau mungkin ia banyak menyaksikan adegan kekerasan di TV?

Mungkin juga karena ia dipermalukan sehingga ia menyerang kembali dengan caranya sendiri, yaitu memukul. Atau, bisa jadi ia ketakutan dan mencoba melindungi dirinya dari gangguan, kejahatan, atau lingkungan yang ia anggap membahayakan.

Bisa juga karena ia memiliki energi berlebihan, sementara Anda memberinya banyak batasan-batasan. Jika ia banyak dilarang sementara ia tak tahu bagaimana menyalurkan energinya yang berlebih itu, ia lalu memukul atau melakukan perilaku agresif lainnya.

Jika kebiasaannya memukul terus berlanjut, Anda sebaiknya berkonsultasi pada dokter atau psikologi anak.

Anda Pun Tak Boleh Memukul

Ada beberapa alasan mengapa Anda harus mengindari memukul anak.

1. Memukul membuat ia berpikir bahwa memukul itu tak apa-apa alias boleh-boleh saja.

2. Memukul merendahkan anak. Jika Anda memukulnya karena ia memukul anak lain, ia merasa anak lain lebih berarti dibanding dirinya.

3. Memukul tak akan memperbaiki perilakunya. Pukulan mungkin dengan cepat menghentikan sebuah tindakan yang salah, tapi ia menjadi sangat terobsesi dengan rasa hina yang ia rasakan ketimbang alasan mengapa ia dipukul.

4. Memukul membangkitkan amarah. Rasa terhina akibat pukulan Anda, bisa membuatnya berontak dan kembali menyerang. Jika pun ia diam saja dan tampak menerima pukulan Anda, tapi dalam hatinya mungkin ia menolak dan ia akan mencari kesempatan untuk membalas sakit hatinya.

5. Sekali Anda memukul, Anda akan terdorong untuk memukulnya lagi di waktu-waktu lain ketika ia berbuat salah atau menunjukkan perilaku yang tak menyenangkan Anda.

6. Ingatlah, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka memukul akan cenderung menjadi agresif dalam menangani konflik dengan orang lain.

Sumber: www.suaramedia.com